Friday, May 27, 2011

HOME » » KARTINI BERKALUNG SORBAN

KARTINI BERKALUNG SORBAN

Kartini dianggap sebagai pelopor perjuangan emansipasi di Indonesia yang akhir-akhir ini namanya dihubung-hubungkan dengan kata feminisme. Apa yang terlanjur lekat dengan sosok Kartini sebenarnya hanyalah sebagian proses hidupnya yang gelisah. Akhir proses kartini tak banyak terungkap. Padahal, menjelang akhir hayatnya, Pemikiran kartini telah banyak berubah. Tidak bisa disalahkan kalau tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa Kartini memperjuangkan emansipasi, mendobrak adat, dan berkiblat ke Barat, serta mengkritisi Islam. Pada awalnya, Kartini emang demikian.
Berawal dari umur 12 sejak kartini berhenti bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Temen surat-menyurat Kartini kebanyakan adalah orang barat yang hendak membaratkan kaum pingrat di Indonesia, dimana tujuan akhirnya adalah agar mereka tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada jaman tersebut. Mulai dari J.H. Abendon salah seorang teman kartini yang sengaja mendekati kalangan ningrat terutama yang menganut agama islam untuk kemudian dibaratkan, dan Ny. Van Kol seorang penulis yang mempunyai pendirian humanis dan progresif. Dialah orang yg paling berperan dalam mendangkalkan aqidah Kartini. Pada awalnya, ia bermaksud untuk memurtadkan Kartini dengan kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari ketidakpeduliannya terhadap agama.
Perlu diketahui pada waktu pemerintahan Hindia Belanda umat muslim memang dibolehkan mengajarkan Al Qur’an dengan syarat tidak boleh diterjemahkan. Dan ini memang taktik belanda agar orang-orang Indonesia tidak paham terhadap Al-quran dan akhirnya mereka tidak akan angkat senjata kepada penjajah kafir belanda.
Suatu ketika Kartini mengikuti pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Ia ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lain dari balik tabir. Kartini tertarik kepada materi yg sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat. Kartini menceritakan bahwa selama hidupnya baru kali itulah dia sempat mengerti makna dan arti surat Al Fatihah, yang isinya begitu indah dan menggetarkan hati. Kemudian atas permintaan Kartini, Kyai Saleh diminta menerjemahkan Al Qur’an dalam bahasa Jawa. Kyai Sholeh meninggal saat baru menerjemahkan jilid pertama tersebut. Namun, Kartini saat itu sudah cukup membuka pikiran dalam mengenal Islam.
Kalian tahu? Ungkapan Habis Gelap Terbitlah Terang itu sebenarnya Kartini temukan dalam surat Al Baqarah ayat 257, yaitu firman Allah“…minazh-zhulumaati ilan-nuur” yang artinya “dari kegelapan-kegelapan (kekufuran) menuju cahaya (Islam)”. Oleh Kartini diungkapkan dalam bahasa Belanda "Door Duisternis Tot Licht". dan kemudian oleh Armien pane yang menerjemahkan kumpulan surat-surat Kartini diungkapkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang"
Kartini yang mulai mengenal islam pun berubah. Pandangannya terhadap Islam menjadi positif.
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai” [surat kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902].
Kartini kemudian merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh pejuang feminisme dan emansipasi saat ini (sebenarnya lebih cocok disebut sebagai westernisasi) , namun agar para wanita lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai Ibu. Kartini menulis dalam suratnya:
“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi Ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Okt 1902]
Dan tidak hanya itu, pandangannya terhadap Barat pun berubah. Kartini menulis;
“Dan saya menjawab, Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja orang dan bukan Allah” [kpd Ny. Abendanon, 12 Okt 1902]
Kartini meninggal dalam usia muda 25 thn, empat hari setelah melahirkan putranya. Ia tak sempat belajar Islam lebih dalam. namun yang patut disayangkan kebanyakan orang mengetahui Ibu Kartini hanyalah sekedar pejuang emansipasi wanita. Banyak orang yang tidak tahu perjalanan Kartini menemukan Islam dan perubahan pola pikirnya. Semoga tulisan ini dapat menggugah kita untuk tahu lebih dalam tentang IBU KITA KARTINI, daripada sekedar peringatan tahunan tanpa makna. (Oleh Sayyidah Asiyah)


Artikel Terkait LAH:

0 comments:

Post a Comment

Salam Ukhuwah, setelah baca tulisan Insan Cita Kom. LAH jangan lupa tinggal jejak dengan berkomentar di bawah ini yah kawan. YAKISA, Yakin Usaha Sampai.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...